3 Kisah Peraih Beasiswa Luar Negeri yang Sangat Menginspirasi!
Mendapatkan beasiswa ke luar negeri bukanlah hal yang gampang. Selain karena jumlah saingannya tak sedikit, cara yang perlu dilalui waktu melamar beasiswa pun cukup rumit dan berliku.
Mulai dari persiapan dokumen persyaratan beasiswa, mendaftar tes keahlian berbahasa inggris (TOEFL/IELTS), menulis essay atau personal statement, meminta surat rekomendasi, sampai tes wawancara.
Seluruhnya ialah perihal yang perlu dilewati seseorang ketika mendaftar beasiswa luar negeri meskipun tanpa ada garansi untuk lulus. Nah, kalau tidak lulus ya sudah, dapat mendaftar program beasiswa luar negeri yang lainnya atau daftar kembali di lain hari. Paling tidak kita memperoleh pengalaman berharga.
Terlebih, saking kerasnya kompetisi yang harus ditempuh seseorang untuk mendapatkan beasiswa luar negeri, tak sedikit pemburu beasiswa (scholarship hunter) yang pada akhirnya mengambil keputusan untuk tidak melanjutkan perjuangan setelah beberapa kali tidak berhasil.
Memang tidak mudah meraih beasiswa ke luar negeri, tapi juga bukan berarti itu mustahil. Untuk kamu yang sekarang ini sedang mengupayakan untuk meraih beasiswa, jangan pernah putus asa ya dan teruslah berusaha hingga impianmu bisa diraih.
Supaya memotivasi kamu, berikut kami sajikan 3 cerita inspiratif yang dilansir dari berbagai sumber tentang pengalaman seseorang yang sukses menggapai beasiswa kuliah di luar negeri terlepas dari beragam persoalan yang mereka hadapi.
1. Aula Andika Fikrullah, Yang Berhasil Mendapatkan Beasiswa S2 di USA
Baca Juga: IELTS, TOEFL, TOEIC Pilih Yang Mana?
Tokoh inspiratif pertama adalah Aula Andika Fikrullah Al Balad. Aula yaitu salah satu dari 23 orang Indonesia terseleksi yang mampu mendapatkan beasiswa USAID prestasi buat kuliah di Amerika pada tahun 2018, tepatnya di Universitas Lehigh, Pennsylvania, salah satu dari 50 universitas nasional terbaik di Amerika Serikat.
Kerja keras Aula untuk memperoleh beasiswa USAID bukan hal yang gampang. Ketika masih pelajar di kelas 5 SD, Aula sudah harus menelan pil pahit karena ia ditinggal oleh Ayah dan kedua kakaknya. Ayahnya, almarhum Ridhwan Kr Is, meninggal akibat konflik yang terjadi di Aceh. Sementara kakaknya, satu meninggal disebabkan sakit-sakitan dan yang satunya menjadi korban tsunami.
Hal ini otomatis membuat Aula menjadi seorang anak yatim di usianya yang masih kecil. Bersama dengan keempat kakaknya yang tersisa, Aula sebagai anak terakhir dari tujuh bersaudara ini sudah melihat betapa beratnya perjuangan hidup ibunya untuk mengurus kehidupan mereka sehari-hari dengan menjadi seorang pedagang sayur di Gempong Lampasi, Aceh Besar.
Bagaimanapun kondisi ekonomi keluarga, Siti Narimah yang dikenal dengan Mak Cut tidak sampai hati menyuruh anak-anaknya membantu mencari pemasukan.
Pendidikan adalah hal yang paling diprioritaskan olehnya meskipun level pendidikan Ayahnya hanya lulus di sekolah dasar dan ibunya tidak pernah mengenyam pendidikan bangku sekolah, bahkan tidak bisa baca tulis.
“(Almarhum ayah) akan marah, apalagi kita harus libur sekolah gitu. Jadi memang pendidikan tetap yang utama di keluarga kita,” kata Aula.
Oleh karena prinsip tersebut, Aula akhirnya bisa terus melanjutkan pendidikan sampai akhirnya lulus S1 dengan gelar sebagai mahasiswa terbaik II di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Syiah Kuala, Aceh, pada tahun 2016.
Usai meraih gelar sarjana, Aula mencoba mencari pendapatan dengan melakukan beberapa pekerjaan seperti blogger, menjadi guru mengaji di pondok, hingga menjadi guru fisika di universitas ataupun di sekolah buat membantu persiapan siswa(i) untuk mengikuti olimpiade sains nasional tingkat Aceh.
Di sela-sela kesibukannya tersebut, Aula juga berusaha supaya dapat meraih impiannya untuk studi di luar negeri dengan tanpa biaya.
“Selama S1, saya mencoba beragam beasiswa, short course, conference, exchange program ke luar negeri dan sering mendapatkan penolakan,” jelasnya.
Total sudah 53 kali Aula mendaftar berbagai program beasiswa ke luar negeri, tetapi seluruhnya tidak diterima. Tepat saat Aula ingin menyerah, Mak Cut memotivasi anaknya untuk melanjutkan perjuangan.
“Ibu bilang, besok daftar lagi,” ucap Aula.
Berkat dorongan yang diberikan ibunya, Aula mengikuti lagi seleksi beasiswa ke luar negeri. Selanjutnya, ia mengikuti program beasiswa USAID prestasi ke Amerika Serikat. Akhirnya, Aula pun lolos beasiswa tersebut dan diterima di Universitas Lehigh, Pennsylvania, di prodi Instructional Technology. Selamat ya, Aula!
2. Robinson Sinurat, Anak Petani yang Berhasil Lulus S2 dari Universitas Columbia
Sosok inspiratif berikutnya yaitu Robinson Sinurat ataupun biasa dipanggil Obin. Obin adalah anak petani di Tanjung Beringin, Sumatera Utara, yang sukses sebagai salah satu peraih beasiswa LPDP dari Pemerintah Indonesia buat meneruskan studi S2 di Universitas Columbia, Amerika Serikat.
Mirip dengan kisah sebelumnya, perjalanan Obin untuk mendapatkan beasiswa ke luar negeri tidak selalu mulus. Sejak kecil, Obin telah hidup jauh tanpa kedua orang tuanya yang merupakan petani kopi dan sayur demi mendapatkan pendidikan yang lebih baik.
Dari segi finansial keluarga, Obin sebenarnya dapat dikatakan dari keluarga yang cukup. Namun, ketika masanya sekolah, Obin mengaku sering terkendala masalah keuangan akibat orang tuanya yang sudah kehabisan biaya menyekolahkan kakak-kakaknya.
“Saat kesempatan aku ingin masuk ke sekolah, misalnya ingin masuk SMP, mau masuk SMA, selalu terkendala dengan keuangan. Dan mereka acap kali menyarankan untuk mencoba ke luar negeri saja, apabila masuk negeri keuangan kita bisa mencukupi,” ucap Obin sebagaimana dilansir dari situs VOA Indonesia.
Memami keadaan finansial orang tuanya yang sedang tidak baik-baik saja, Obin pun menaati saran itu dan sukses diterima di Universitas Sriwijaya (UNSRI) prodi Fisika melalui jalur penerimaan SBMPTN.
Sayangnya, waktu Obin mau registrasi, orang tuanya bilang tidak ada biaya serta menyarankan Obin untuk ikut lagi tahun depannya. Tidak mau melewatkan peluang untuk studi di Universitas Negeri, Obin memutuskan untuk pinjam uang Rp3 juta dari temannya untuk membayar biaya pendaftaran ulang sebesar Rp2,4 juta dan ongkos tiket naik bus dari Bandung ke Palembang.
Memulai kuliah dengan duit yang seadanya bikin Obin wajib berfikir keras agar mampu bertahan hidup lalu merampungkan kuliahnya di UNSRI tepat waktu.Hal yang dilakukan Obin diantaranya menumpang tinggal dengan salah seorang penjaga kos dan hanya makan satu kali sehari di kantin kampus agar bisa menghemat pengeluaran.
“Jadi dulu itu strateginya adalah aku beli nasi banyak, sepiring besar terus pakai sayur, pakai ikan atau daging apa gitu bayarnya kan cuman itu doang,” jelasnya.
Disamping itu, untuk mengatasi lapar yang sering datang saat tengah malam, Obin mensiasatinya dengan menyimpan biskuit kelapa di kamarnya. “Aku ambil 1-3 buah, makan, sambil nangis,” kenangnya.
Diluar dari semua kesulitan tersebut, dia berhasil menyelesaikan studi sarjananya di Universitas Sriwijaya dengan tepat waktu berkat beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) dan BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa) yang ia raih sejak semester dua.
Saat lulus, dia memutuskan untuk pindah ke Jakarta dan berkarir sebagai koordinator program di bagian kepemudaan di Global Peace Foundation. Kemudian, ia juga sempat bekerja di Kementerian PU di posisi konsultan.
Setelah itu, Obin lalu mempunyai impian baru untuk bisa mengenyam belajar di Amerika Serikat. Selepas empat kali mencoba daftar beasiswa Young Southeast Asian Leaders Initiative dari pemerintah Amerika Serikat, Obin pun berhasil mendapatkannya.
Baca Juga : Pentingnya Mengikuti IELTS Prediction Test Sebelum Official Test
Lewat beasiswa tersebut, Obin berhak mendapatkan kesempatan untuk menikmati belajar langsung mengenai pengembangan kontribusi warga serta kepemimpinan di Universitas Nebraska di kota Omaha, Amerika Serikat.
Tak berhenti disitu, Obin melanjutkan impiannya untuk mendaftar beasiswa untuk lanjut studi S2. Diantara program beasiswa yang ia pilih adalah beasiswa LPDP yang mana dia sukses jadi kandidat penerima beasiswa bergengsi tersebut dan diterima di banyak universitas di Amerika Serikat, Australia, Belanda, dan Inggris.
Dari semua universitas yang menerimanya sebagai mahasiswa S2, Obin membuat keputusan untuk lanjut studi S2 di jurusan ‘social work’ (pekerjaan sosial) di Universitas Columbia, salah satu dari 8 kampus prestisius atau Ivy League di Amerika Serikat.
2 tahun menjalani kuliah di Amerika Serikat, Obin berhasil lulus S2 di tahun 2018 dan memulai karirnya sebagai Counseling Specialist di lembaga non-profit, Queens Community House di New York.
Saat ditanya apa tips yang bisa membuat ia mendapatkan semua pencapaian tersebut, Obin menjawab bahwa ia cuma berpegang teguh pada pedoman hidupnya yaitu “Be honest. Be brave. Be willing.” atau Jujur, Berani, serta Mau Berjuang.
3. Suci Ariyanti, Lika Liku Proses Meraih Beasiswa Kuliah di luar Negeri
Tak begitu beda dengan dua kisah di atas, perjuangan Suci Ariyanti sampai sukses mendapatkan beasiswa S2 dari Swedish Institute Study Scholarship (SISS) tidaklah mudah. Malahan, ia harus jatuh bangun berkali-kali hingga mimpinya untuk dapat kuliah di luar negeri ini dapat tercapai.
Berawal dari kebiasaannya menonton film Barat dan keinginan untuk merasakan suasana musim salju dengan langsung, timbul-lah pikiran di benak-nya untuk mencoba studi di luar negeri.
Untuk mewujudkan impiannya tersebut, Suci bahkan sudah menyiapkan diri sejak berada di bangku SMA yaitu saat ia mencoba apply program beasiswa pertukaran pelajar ke Jepang dan Amerika Serikat, namun tidak berhasil.
Setelah lulus SMA, Suci melamar ke beberapa program beasiswa di luar negeri dan berhasil tembus di salah satu program beasiswa S1 di Singapura. Sayangnya, Suci tidak jadi mengambil beasiswa itu karena hanya mengcover biaya kuliah saja, sementara biaya hidup di Singapura tidak dicover.
Dengan berat hati, Suci pun terpaksa untuk membatalkan rencananya pada program beasiswa tersebut dan membuat keputusan untuk melanjutkan kuliah di dalam negeri, tepatnya di Institut Pertanian Bogor (IPB).
Di IPB, Suci berhasil diterima di dua program beasiswa ke luar negeri. Pertama, beasiswa pertukaran pelajar di Jepang kurang lebih 10 hari yang merupakan salah satu program dari IPB. Lalu yang kedua, ikut program beasiswa summer scholarship selama 2 bulan di Ankara University, Turki.
Dengan bekal pengalamannya diterima pada dua program beasiswa luar negeri saat kuliah membuat Suci semakin percaya diri dan semangat untuk Kembali apply beasiswa kuliah di luar negeri.
Tapi, Ia kembali mengurungkan rencananya tersebut setelah tahu bahwa hampir seluruh program beasiswa S2 di luar negeri saat itu mensyaratkan pelamarnya untuk mempunyai pengalaman kerja minimal 3 tahun. Sementara posisi Suci saat itu baru saja lulus S1 dengan nilai IPK yang biasa saja.
agar ia dapat memenuhi persyaratan tersebut, Suci Kembali mengurungkan niatnya untuk mengambil studi di luar negeri dan memilih untuk berkarir terlebih dulu. Uang yang diperoleh Suci selama bekerja digunakannya untuk daftar kursus IELTS Online dimana sertikat IELTS ini selalu menjadi salah satu persyaratan dokumen yang harus dipenuhi oleh para pelamar ketika hendak apply beasiswa luar negeri.
Setelah 3 tahun bekerja di salah satu bank swasta di Jakarta dan mengikuti program les IELTS Preparation, ia mencoba kembali peruntungannya untuk melamar beasiswa S2 luar negeri yang ada.
Terdiri dari dari beasiswa LPDP, beasiswa Kominfo, Chevening Scholarship, Turkish Scholarship, hingga New Zealand Scholarship, semuanya coba dilamar oleh Suci dengan harapan ada satu beasiswa yang lolos.
hasil upaya kerasnya tersebut, Suci pun diterima pada program beasiswa S2 dari Swedish Institute Study Scholarship (SISS). Berkat beasiswa ini, Dia akhirnya resmi meneruskan studi S2-nya di Halmstad University, Swedia dengan memutuskan untuk masuk jurusan Strategic Entrepreneurship. Prodi ini diambil olehnya karena memiliki cita-cita untuk membangun bisnis mandiri dan menjadi seorang wiraswasta sukses.
Baca Juga : 5 Skill Yang Dibutuhkan Oleh Generasi Muda Untuk Kesuksesan Karir
Jadi, itulah berbagai kisah inspiratif dari siswa dalam negeri yang telah berhasil meraih beasiswa luar negeri diluar dari sulitnya keadaan serta hambatan yang ditemui. (Harapannya dengan membaca kisah tersebut, kamu dapat makin semangat untuk belajar supaya mampu juga merealisasikan harapan untuk kuliah di luar negeri melalui beasiswa. Ayo semangat, kamu pasti bisa !